Rabu, 18 Januari 2012

Kajian Niat (1)


Edisi N0: (1 ) Junii 2010 M/ Jumadal- Akhir 1431 H


 è Caraka ( Penghantar ) :

Mudarosah Kajian Fiqih ( MuKaFi ) adalah sebuah kajian yang dirintis oleh Pimpinan Anak Cabang ( PAC ) Muslimat NU Kecamatan Magetan, sebagai bentuk kontribusi dalam meningkatkan pemahaman dan keilmuan bagi anggota khususnya dan para jamaah umumnya di bidang fikih.

Mudarosah ini dilaksanakan setiap Kamis sore dari pukul 16.00 s/d 17.00 bertempat di aula     " ASWAJA " komplek SD-NU ( SD Islamiyah ) Magetan, Jl. MT. Haryono No. 09 Magetan

Mukaddimah Kajian
Arti Fiqih secara harfiyah adalah  pemahaman (الفهم) sebagaimana firman Alloh dalam Surah Hud : 91 , sedangkan secara istilah, fikih adalah : Memahami perihal syari'at berdasarkan dalil-dalil yang benar. Maka di dalam fiqih yang dikaji adalah berbagai hal yang menyangkut tatacara syari'at dan segala sesuatu yang melingkupinya, termasuk ijtihad dan segala permasalahannya, dan perihal yang dikaji dalam lingkup fiqih dan lain sebagainya.
Adapun wilayah kajian fiqih adalah sebagai berikut :
1.      Fiqih Ibadah, yakni membahas tentang hubungan manusia dengan Alloh ( Hablum-munalloh )
2.      Kajian Fiqih kontemporer ( terkini )
3.      Fiqih Mu’amalah, yakni yang membahas hubungan manusia dengan manusia ( Hablum-minannas )
4.      Fiqih Malakiyyah, yakni tentang kepemilikan ( properti ) seperti perihal tanah, pembebasan budak, masalah jenazah, perjanjian kerjasama dan lain sebagainya
è 5. Fiqih Umum, yakni yang berkaitan dengan ketatanegaraan
     6. Ahwaal Syahsyiyyah, yakni perihal yang menyangkut individual seperti nikah, talak, wasiyat maupun mwaris dan lain sebagainya

èPembahasan perkara :  " NIAT "
Bahasan yang melandasi pembahasan fiqih adalah " niat " yakni niat yang disyari'atkan dalam wilayah hukum syari'at, juga tentang niat di luar itu serta terkait dengan hukum-hukum dan segala hal yang terkait dengan itu di wilayah " ibadah " seperti puasa, zakat, haji dan lain sebagainya. Juga dalam wilayah " mu'amalah " seperti akad nikah, ikrar jual beli, hibah, hak pengasuhan dan lainnya, serta wilayah " pengguguran " seperti talak yakni menggugurkan ikatan nikah, juga wilayah " menghindari dan meninggalkan " seperti menghindari yang makruh, dan haram serta menghilangkan najis serta memendam aib dan lain sebagainya. Juga dalam wilayah " mubah dan tradisi / adat istiadat " seperti makan, minum, berkumpul dengan istri dan segala hal yang mengakibatkan seorang muslim mendapat pahala saat mengejakannya dengan niat yang benar, serta tidak membebani dalam mengamalkan namun justru melunakkan hati sesuai dengan fitrah kemanusiaannya.

Adapun perkara yang akan dibahas terkait dengan " niat " adalah :
1.      Hakekat niat dan pengertiannya
2.      Hukum wajib niat dan dalil tentang itu, serta kaidah syar'iyyah yang berkaitan.
3.      Posisi niat
4.      Waktu niat
5.      Tatacara niat
6.      Keraguan dalam niat  perubahan niat serta penyatuan satu niat untuk dua jenis ibadah
7.      Tujuan niat dan nilai yang terkandung
8.      Syarat-syarat niat
9.      Niat dalam ibadah
10.  Niat dalam aqad/ akad ( ijab dan qabul )
11.  Niat dalam fasakh ( pengguguran akad )
12.  Niat dalam "meninggalkan dan menghindari "
13.  Niat dalam perkara mubah dan adat tradisi
14.  Niat dalam perkara lainnya

è Bahasan 1 = Tentang hakekat niat dan pengertiannya
Secara harfiah, niat adalah " orientasi/menyengaja kepada sesuatu dan keinginan yang kuat dalam hati ", atau dengan gambaran lain adalah motivasi : yaitu keyakinan dalam hati untuk melakukan sesuatu dengan keinginan yang kuat, tanpa keraguan.
Adapun perbedaan antara " niat " dan "keinginan" adalah cukup jelas menyangkut
Perbuatan segera dan perbuatan yang akan dilaksanakan pada waktu mendatang.
Dan para ahli bahasa juga membahas tentang perbedaan antara " niat " dan " 'azam/keinginan" yakni bahwa niat adalah terkait dengan perbuatan amal yang segera atau sedang dilaksanakn, sedangkan azam adalah terkait dengan perbuatan di waktu yang akan datang.

Dalam istilah syari'at : niat adalah keinginan yang kuat dalam hati untuk melakukan sesuatu baik yang fardlu maupun yang bukan ( yang bukan fardu/ sunnah ). Dengan penjelasan bahwa niat itu didasarkan pada setiap perbuatan ( amal ) yang dilakukan oleh orang yang berakal sehat, sadar dan mampu memilih yang baik. Yang dilakukan baik sebelum beribadah maupun sebelum melaksanakan aktifitas keseharian.
Dan perbuatan tersebut menyangkut hukum syara'/ syari'at yang diwajibkan atas setuap muslim baik dalam perkara wajib, haram, sunah, makruh maupun mubah.
Adapaun perbuatan seorang muslim yang tidak " diniati " merupakan perbuatan orang yang lalai dan sia-sia. Demikian ini dalam bahasan syari'at termasuk kategori : orang gila/ hilang ingatan, orang lupa atau orang yang tidur.

Sedangkan perbuatan itu termasuk rutinitas biasa seperti makan, minum, berdiri dan duduk, berjalan maupun tidur bila dilakukan oleh orang yang berakal dan sadar, maka hukumnya "mubah" tanpa niat.

Terkait dengan hukum batalnya wudlu bagi orang yang lupa, serta tanggung jawab orang gila dan bayi, juga tanggungjawab orang yang membunuh tanpa sengaja atau menyakiti anggota badan tanpa sengaja maka tidak termasuk dalam pasal taklif syar'iy ( pembebanan syari'at ), tapi termasuk dalam pasal hukum positif.

Jadi, maksud dari niat puasa adalah 'azam ( keinginan yang kuat ) dan secara menyeluruh lahir dan batin, ini makna umum, yakni bahwa puasa itu sah bila diniati pada malam harinya, tanpa harus bersamaan dengan saat mengawali puasa atau saat terbit fajar, maka ketika seseorang niat puasa di malam hari, lalu dia makan dan puasa, maka sah-lah puasanya.
Adapun jenis ibadah selain puasa yang menuntut untuk melakukan secara bersamaan antara niat dan memulai perbuatan, maka harus ada tahqiq niat ( aktualisasi niat ).yang demikian ini menurut pendapat Imam Syafi'i termasuk rukun ibadah, seperti dalam : wudlu, mandi, tayammum, sholat, zakat dan haji... juga dinisbatkan dengan akad ikrar dan pengguguran yang harus juga dengan tahqiq niat yakni dengan " pelafalan ( pengucapan ), tulisan atau isyarat yang dapat dipahami" atau dengan kata lain, dalam pelaksanaan hal-hal yang telah disebutkan di atas harus ada kebersamaan " antara niat dan pelafalan " dan saling terikat antara satu dengan yang lainnya.
Menurut para ulama, fungsi niat ada dua ( 2 ) yaitu :
1. Membedakan antara satu ibadah dengan lainnya. Seperti membedakan antara sholat dhuhur Dan sholat Ashar, dan untuk membedakan antara puasa Ramadhan dan puasa yang lain., demikian juga antara mandi jinabat dan mandi biasa, atau antara amal ibadah dan amal rutinitas. Niat dalam jenis inilah yang banyak dibahas oleh para Ahli Fiqih di dalam kitab-kitab mereka.

2. Membedakan maksud / orientasi / tujuan sebuah amal, yakni apakah amal perbuatan itu dimaksudkan dan ditujukan hanya kepada Alloh atau kepada selainNya. Dan inilah niat yang sering dibahas oleh para Ahli Tasawwuf ( 'arifun) dalam kitab-kitab mereka dalam bab ikhlas dan segala hal yang berkaitan dengannya. Dan itu pula yang banyak ditemukan dalam bahasan para Ulama' Salaf Mutaqoddimin, seperti yang dikarang oleh Abu Bakar bin Abud-dun-ya yang diberi judul Kitabul-ikhlas wan-niyyah ( Kitab tentang ikhlas dan niat ). Di dalam kitab itu banyak dibahas tentang perbedaan antara niat dan keinginan serta kehendak, sebagaimana yang sering dibahas oleh Rasulullah Muhammad saw. Tentang perbedan diantara pengertian niat, keinginan dan kehendak.

Dan diantara perbedaan pengertian itu para ulama Fiqih memberikan pengertian yang simple, yakni bahwa niat : adalah dikhususkan sesuai dengan niat seseorang, sedangkan keinginan tidak difokuskan atau tidak dikhususkan, seperti seseorang menginginkan diampuni dosanya oleh Alloh maka tidak perlu niat.

Demikianlah pembahasan tentang pengertian niat dan hakekatnya, semoga menjadikan ibadah kita semakin bermakna, berbobot dan diterima oleh Alloh swt.
Dan pada bagian berikutnya akan dibahas tentang " Hukum niat dan dalil yang mewajibkannya serta kaidah syar'iyyah yang berkaitan dengan niat "

Semoga Alloh menerima amal kita semua, amin yaa rabbal 'aalamiin.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar