Rabu, 18 Januari 2012

Kajian Niat (4)



Edisi N0: (4 ) Juli II- 2010 M/  Sya’ban I -1431 H

1.      Keraguan dalam niat, perubahan niat dan menyatukan dua niat dalam satu jenis ibadah.
Keraguan niat dalam ibadah ( menurut Syafi’i dan Hambali ) mengakibatkan batalnya ibadah yang dilakukan, seperti ragu dalam sholat apakah sholat Dhuhur atau Ashar. Sehingga tidak mendapatkan pahala ( sebagaimana dijelaskan dalam al-Umm ).

Demikian juga keraguan ketika sedang melaksanakan sholat, apakah sudah niat atau belum, maka bila diteruskan sholatnya, maka tidak mendapatkan pahala dari shalat tersebut, ( menurut Hambali dan Syafi’i )

2. Perubahan Niat
Perubahan niat dalam pertengahan ibadah, seperti sholat, maka menurut Syafi’I batal atau tidak dibenarkan apabila niat itu dari sholat Fardlu ke sholat fardlu lainnya. Sedangkan apabila perbindahan itu dari sholat fardlu ke sholat sunnah, maka tidak menjadi persoalan atau boleh. Dengan dasar bahwa “ sholat Fardlu dengan niat yang benar, tapi belum memasuki waktu sholat tersebut, otomatis bisa berubah menjadi sholat sunnah ( mutlaqoh )

3. Menyatukan dua niat

Kalau penyatuan niat itu dalam wasail ( keterkaitan ) maka diperbolehkan, seperti Mandi Jinabat pada hari Jum’at sekaligus untuk menghilankan hadats. Sedangkan dalam ibdah mahdloh lainnya, tidak dibenarkan menyatukan dua niat dalam satu ibadah. ( menurut Hanafi )

Adapun menyatukan dua niat dalam ibadah sunnah, maka dibenarkan dan dua-duanya mendapatkan pahala, seperti niat dua rakaat sholat fajar dan Sunnah Tahiyyatul Masjid.

Meskipun niat dua amalan sunnah bisa disatukan, namun untuk amalan sunnah yang berbeda waktu dan ketetapannya, maka tidak dibenarkan, seperti niat sholat sunnah dhuha dengan sholat sunnah fajar, karena antara keduanya tidak terkait kebenaran waktunya. Namun apabila kedua amalan sunnah itu terkait dan tidak menyalahi ketetapan waktu dan kaifayah ( tatacara pelaksanaannya ) maka dipandang boleh dan akan mendapat pahala, seperti shalat Tahiyyatal-Masjid dan Sunnah Rawatib Qobliyyah.

Contoh dua amalan sunnah yang dapat disatukan adalah, niat puasa sunnah Arafah dan Puasa Hari senen ( menurut As-Suyuthi )

Penyatuan dalam niat ini apabila menyangkut ibadah muamalah, maka harus ditentukan yang dimaksud, seperti ungkapan suami  kepada istrinya : " Kamu sudah haram berkumpul dengan saya " dengan niat talak dan dhihar, maka si suami harus menentukan mana yang dimaksud.

4. Tujuan niat dan nilai yang terkandung di dalamnya
Ibnu Najim dan as-Suyuthi mengatakan bahwa tujuan niat adalah untuk membedakan antara ibadah dan tradisi/kebiasaan, dan untuk membedakan urutan dan tertib ibadah. Seperti di dalam wudlu dan mandi, maka bisa dibedakan antara niat thaharoh dan menyegarkan badan, demikian juga tidak makan dan tidak minum karena tujuan kesehatan, atau duduk di majlis ( pertemuan ) karena hendak istirahat, dll.
Atau juga untuk membedakan tertib jenis ibadah, apakah fardlu, sunnah atau wajib.

Nilai yang terkandung dalam niat adalah untuk menjadikan ibadah itu benar atau salah, mendapat pahala atau tidak. Dalam hal ini  niat itu wajib bagi setiap ibadah, dibagi menjadi empat (4) perkara :

1.      Haji, umroh dan zakat harus dilafal-kan, boleh berjamaah atau sendiri-sendiri
2.      Sholat fardlu, sholat Jum'at dan mandi wajib disyaratkan untuk " berniat"
3.      Wudlu dan Puasa tidak disyaratkan dengan lafal tertentu
4.      Tayammum harus diniati untuk mengganti wudlu ( tidak hanya fardlu )

5. Syarat-syarat niat
ada syarat umum dan syarat khusus, adapun syarat umum adalah :
a.       Muslim, haruslah yang mmempunyai niat adalah mereka yang beragama Islam, maka tidak sah niat orang kafir.
b.      Tamyiz, yakni yang dapat mebedakan antara yang benar dan yang salah, termasuk di dalam " mumayyiz" adalah berakal. Namun dalam hal tertentu, seorang wali boleh meniatkan yang di bawah perwaliannya, seperti dalam haji dan memandikan jinabat anaknya yang haid.
c.       Memahami apa yang diniati, maka orang yang tidak paham apa yang diniati gugurlah/ batal-lah ibadah yang dilakukan.
d.      Tidak memutus niat dengan yang lain hingga akhir pelaksanaan yang diniati,  sehingga ibadah yang dilakukan dengan niat menjadi batal dan tidak sah, apabila seseorang kemudian " menjadi murtad ". Demikian juga apabila di tengah-tengah wudlu seseorang memutuskannya.

Adapun syarat khususnya adalah : bahwa dalam masing-masing jenis ibadah telah ditentukan syarat sah dan rukunnya, jadi yang dimaksudkan dengan syarat khusus dalam biat adalah terkait dengan syarat ibadah tersebut, seperti sholat yang syarat sahnya antara lain " memasuki waktu shalat " dan lainnya, yang akan di bahas pada masing-masing bab yang membahas tentang ibadah-ibadah tersebut.

6. Niat dalam ibadah, apakah merupakan syarat atau rukun ?
sebagaimana kita pahami, perbedaan syarat dan rukun adalah bahwa rukun merupakan sesuatu yang menjadi syarat kesempurnaan suatu ibadah yang terpadu dengan ibadah tersebut dan tidak dipisahkan, sedangkan syarat adalah  sebagai kelengkapan dan kesempurnaan dalam sebuah ibadah tapi terpisah dari ibadah itu sendiri, seperti wudlu menjadi syarat sah-nya sholat.

Dan dalam hal " niat " menurut Ibnu Najim dan as-Suyuthi merupakan syarat sahnya ibadah dan bukan termasuk rukun, demikian juga menurut Hambali dan Maliki. Namun menurut Syafi'i, niat merupakan rukun ibadah sehingga harus menyatu dengan rangkaian ibadah tersebut.

Dalam hal ini, dijelaskan oleh para Ulama Fiqih bahwa disunnahkan bagi mereka yang akan beribadah untuk berniat, meskipun letak niat itu di dalam hati, namun apabila diikuti dengan pengucapan yang bertujuan untuk menyatukan antara pekerjaan lisan dan hati, maka itu lebih utama.

Yang disepakati oleh mayoritas Ahli Fiqih dalam hal niat adalah : wudlu, tayammum, Mandi, sholat,  puasa, I'tikaf, Zakat, Haji dan Umroh, Berjanji atau bersumpah, Penyembelihan hewan,  Berburu binatang, Membaca Al-Qur'an


Demikianlah bahasan tentang  " niat" yang telah dibahas secara tuntas. Semoga ilmu yang kita dapatkan manjadi ilmu yang manfaat dan maslahat dunia dan akherat dan Semoga Alloh menerima amal kita semua, amin yaa rabbal 'aalamiin.

Sedangkan pada pertemuan mendatang akan dibahas tentang FIQIH IBADAH, yang antara lain membahas tentang :
1.      Thaharoh ( bersuci )
2.      Sholat
3.      Puasa dan I'tikaf
4.      Zakat dan macam-macamnya
5.      Haji dan Umroh
6.      Iman dan Nadzar
7.      Makanan dan Minuman
8.      Binatang sembelihan, Aqiqah dan khitan
9.      Berburu dan penyembelihan.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar